Pendidikan

Teori Struktural Sastra

Kajian sastra merupakan penelitian tingkat pertama terhadap karya sastra yang perlu dilakukan untuk mengetahui apakah suatu karya sastra itu bermutu atau tidak, tetapi untuk mengetahuinya tidak dapat dilihat dari satu sisi saja, melainkan harus dilihat dari semua unsur dianggap sebagai satu kesatuan. Analisis struktural merupakan cara menentukan kualitas sastra dan jembatan untuk menganalisis makna yang terkandung dalam karya sastra. Oleh karena itu, peneliti tidak boleh terjebak dalam analisis struktural, karena tujuan utama penelitian adalah untuk mengkaji makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra.
Fananie (2000: 76) penilaian karya sastra yang baik tidak hanya dinilai dari salah satu unsurnya saja, tetapi harus dilihat secara keseluruhan. Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa karya sastra yang baik dalam satu aspek saja adalah sastra yang berkualitas atau sastra yang baik, begitu pula sebaliknya.

novel

Juga dikenal sebagai pendekatan objektif, analisis struktural sastra menganalisis unsur-unsur intrinsiknya. Fananie (2000:112) mengemukakan bahwa pendekatan objektif adalah berdasarkan karya sastra secara keseluruhan. Pendekatan yang dinilai dari keberadaan sastra itu sendiri berpedoman pada konvensi sastra yang berlaku.

Misalnya, konvensi adalah aspek intrinsik sastra, yang meliputi kebulatan makna, diksi, rima, sintaksis, tema, alur (setting), karakter. Jelas, penilaian yang diberikan bersumber dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut bertumpu pada keserasian seluruh unsur penyusunnya.

Dalam aspek ini, semua karya sastra baru dapat disebut bernilai apabila setiap unsur penyusunnya (unsur intrinsik) tercermin dalam strukturnya, seperti: B. Tema, tokoh, alur (setting). Bahasa adalah satu kesatuan yang utuh. Satuan yang mencerminkan harmonisasi berdasarkan kriteria estetika. Struktur memiliki tiga sifat, yaitu totalitas, transformasi, dan pengaturan diri.

Transformasi berarti bahwa struktur terbentuk dari sekumpulan elemen, tetapi elemen tersebut tunduk pada aturan yang mencirikan sistem sebagai sistem. Dengan kata lain, strukturnya sebagai satu kesatuan akan menjadi konsep yang lengkap dalam dirinya sendiri. Transformasi berarti perubahan yang terjadi pada suatu elemen struktur dan menyebabkan hubungan antar struktur berubah pula. Self-regulation berarti bahwa struktur terbentuk oleh aturan-aturan intrinsik dari hubungan antar unsur, yang mengatur dirinya sendiri ketika unsur-unsur itu berubah atau menghilang (Peaget dalam Sangidu, 2004:16).
Transformasi yang terjadi dalam struktur karya sastra bergerak dan mengapung di dalam teks dan tidak menyebar ke luar teks. Karya sastra sebagai struktur merupakan bangunan yang tersusun dari berbagai unsur yang salah satunya saling berkaitan. Oleh karena itu, setiap perubahan yang terjadi pada suatu elemen struktur mengakibatkan perubahan hubungan antar elemen tersebut. Perubahan hubungan antar unsur pada posisinya secara otomatis mengatur diri sendiri (autoregulate) pada posisi semula (Peaget dalam Sangidu, 2004:16).

Struktur tidak statis tetapi dinamis karena memiliki sifat transformasi. Oleh karena itu, konsep struktur tidak hanya sebatas struktur, tetapi juga mencakup konsep proses penataan (Peaget dalam Sangidu, 2004: 16). Teori struktural dengan demikian merupakan suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri dari berbagai unsur yang saling terkait satu sama lain.

1. Novel

Dalam Kamus Perguruan Tinggi Amerika (1960:830). Novel adalah cerita prosa rekaan dengan panjang tertentu, yang menggambarkan tokoh, gerak, dan adegan kehidupan nyata yang mewakili alur atau situasi yang agak kacau atau kacau (Purian, 1986:164).

Novel karya Jacob Sumardjo (19990) merupakan cerita, dan cerita digandrungi oleh masyarakat sejak kecil.Setiap hari, orang menikmati cerita, baik itu cerita faktual, lelucon, atau hanya ilustrasi dalam percakapan.Novel biasanya mengandung ketegangan dalam plot dan dapat membangkitkan rasa ingin tahu pembaca mereka.

Novel merupakan salah satu genre sastra dari Eropa yang pertama kali muncul di kalangan borjuasi Inggris pada awal abad ke-18, novel merupakan produk masyarakat urban yang terpelajar, mapan dan memiliki waktu luang yang cukup untuk menikmatinya. Dan di Indonesia, novel mengalami masa pertumbuhan pesat di kalangan pembaca wanita pada tahun 1970 (Sumardjo, 1986:3).

Novel latin disebut novellus, yang berasal dari kata novies, yang berarti baru. Dianggap baru karena novel dibuat belakangan dibandingkan genre sastra lain seperti puisi, drama, dan lain-lain. (Tarigan 1986:164). Novel dapat juga disebut novella dalam bahasa Inggris, Novellete dapat diartikan sebagai karya prosa yang cukup panjang, tidak terlalu panjang tetapi juga tidak terlalu pendek (Nurgianto, 1995: 9).

Aminudin (1995:66) menyatakan bahwa novel adalah cerita atau kisah yang ditopang oleh tingkah laku tertentu dalam penokohan, latar, dan tahapan serta rangkaian cerita yang menyimpang dari imajinasi pengarang sehingga membuat sebuah cerita terjalin. Wujud novel adalah pemusatan konsentrasi hidup pada saat krisis krusial (Jasin dalam Suroto 1989:19).

Dari beberapa pengertian tersebut jelaslah bahwa novel merupakan ungkapan jiwa pengarangnya. Oleh karena itu, dalam menciptakan sebuah karya sastra banyak faktor yang dipenuhi oleh pengarang. Baik faktor pengalaman yang hadir dalam diri pengarang, yang berasal dari realitas yang dialami tokoh, alur, maupun faktor yang hadir akibat topik yang digarap.

2. Unsur intrinsik novel

Menurut Stanton (2007:20), unsur intrinsik yang digunakan dalam analisis struktural karya sastra terbagi, meliputi alur, tokoh, latar, subjek, perangkat sastra, judul, sudut pandang, gaya dan nada, simbolisme, dan ironi.
a) Alur
Stanton (2007:26) mengemukakan bahwa alur adalah urutan-urutan dalam sebuah cerita.
b) karakter (karakterisasi)
Stanton (2007:33) mengemukakan bahwa tanda biasanya digunakan dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter, mengacu pada orang yang muncul dalam cerita, mis. B. ketika seseorang bertanya; “Berapa banyak karakter yang ada dalam cerita?”. Konteks kedua, karakter, mengacu pada campuran berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral individu.
c) latar belakang
Stanton (2007:35) berpendapat bahwa latar adalah lingkungan yang melingkupi suatu peristiwa dalam sejarah, alam semesta yang berinteraksi dengan peristiwa yang sedang berlangsung.
d) topik
Stanton (2007:36) berpendapat bahwa tema adalah aspek sejarah yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang membuat pengalaman kelas atas.
e) Lembaga sastra
Stanton (2007:46) berpendapat bahwa perangkat sastra dapat diartikan sebagai cara pengarang dalam memilih dan menyusun rincian cerita untuk mencapai pola yang bermakna. Metode ini diperlukan karena memungkinkan pembaca untuk melihat berbagai fakta melalui kacamata penulis dan memahami apa arti fakta tersebut sehingga pengalaman dapat dibagi.
f) Judul
Stanton (2007: 51) berpendapat bahwa judul selalu relevan dengan karya yang dikelolanya, sehingga keduanya merupakan satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima jika judul mengacu pada tokoh utama atau latar.
g) sudut pandang
Stanton (2007:53) berpendapat bahwa sudut pandang adalah posisi tokoh dalam cerita.
h) Gaya dan Nada
Stanton (2007:61) berpendapat bahwa gaya atau nada dalam karya sastra adalah cara pengarang menggunakan bahasa.
i) Simbolisme
Stanton (2007:64) berpendapat bahwa simbol adalah tanda yang digunakan untuk menggambarkan atau menyatakan sesuatu dalam sejarah.
j) ironi
Stanton (2007:71) berpendapat bahwa ironi pada umumnya dimaksudkan untuk menunjukkan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang diduga sebelumnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

| |
Back to top button